·
Karakteristik Budaya Organisasi
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh
para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Robbins
(2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
1.
Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu
sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani
mengambil resiko.
2.
Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana
karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal
detil.
3.
Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen
berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk
mencapai hasil tersebut.
4.
Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana
keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas
orang yang ada di dalam organisasi.
5.
Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana
kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
6.
Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap
agresif dan kompetitif ketimbang santai.
7.
Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan
organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan
pertumbuhan
·
Fungsi Budaya Organisasi
Budaya
organisasi memiliki fungsi sebagai berikut :
1.
Sebagai penentu batas-batas perilaku dalam arti
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, apa yang dipandang baik
atau tidak baik, menentukan yang benar dan yang salah.
2.
Menumbuhkan jati diri suatu organisasi dan para
anggotanya.
3.
Menumbuhkan komitmen sepada kepentingan bersama di
atas kepentingan individual atau kelompok sendiri.
4.
Sebagai tali pengikat bagi seluruh anggota
organisasi.
5.
Sebagai alat pengendali perilaku para anggota
organisasi yang bersangkutan.
·
Pedoman Tingkah laku
Antara
manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Dick Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan
kebudayaan. Hampir semua tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya
tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi
tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan
tersebut dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar
kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
·
Apresiasi Budaya
Apresiasi
Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan
dan penilaian terhadap hasil budaya kegiatan menggauli hasil budaya
dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan
kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.
Tujuan
apresiasi adalah menumbuhkan kepekaan dan keterbukaan terhadap masalah
kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah
tersebut serta menyadarkan kita terhadap nilai-nilai yang lebih hidup dalam
masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai – nilai lain yang hidup
dalam masyarakat.
Jadi
Apresiasi Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh
penghargaan dan penilaian terhadap hasil budaya dan kegiatan menggauli hasil
budaya dengan sungguh – sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan,
kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.
·
Hubungan Etika dan Budaya
Hubungan
antara Etika dengan Kebudayaan : Meta-ethical cultural relativism merupakan
cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran
moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana
kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai
cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik
atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
·
Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika
seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi
dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian
menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya
perusahaan. Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi
dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan
perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan
kinerja karyawan.
Terdapat
pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dariu tingkatan manajer
terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam
profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat
dimana dia berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat
berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka
membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
·
Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
Mentalitas
para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga
berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya
banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu
berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah.
Faktor
budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi
yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa
masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang profesi bisnis. Kendala
dalam mewujudkan kinerja busnus yang etis yaitu :
- Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya
masih lemah.
Banyak
di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan
menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika
bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang
kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
- Banyak perusahaan yang mengalami konflik
kepentingan.
Konflik
kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang
dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak
dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik
bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang
teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan
dengan mengabaikan peraturan.
- Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal
ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit
politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya
memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan
tanpa menghiraukan akibatnya.
- Lemahnya penegakan hukum.
Banyak
orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan
tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk
memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
- Belum ada organisasi profesi bisnis dan
manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
·
Coontoh Budaya Organisasi di Perusahaan Facebook
Facebook memiliki budaya kerja yang dapat
mendorong karyawannya untuk bersikap kompetitif, namun tetap nyaman untuk
bekerja di dalamnya.
Bahkan, menurut survei yang dilakukan oleh
PayScale, 93 persen karyawan Facebook mengaku sangat senang dan puas ketika
bekerja di perusahaan media sosial ini. Hal ini dikarenakan karyawan Facebook
diberikan kebebasan untuk memberikan kritik dan saran kepada para manajernya.
Perusahaan besar ini sebisa mungkin tidak
membatasi ruang kerja karyawanya. Ini terbukti bahwa bahkan seorang Mark
Zuckerberg sendiri bekerja di ruangan yang sama dengan timnya atau tidak
memiliki ruangan khusus.
Dari sini kita dapat belajar bahwa budaya
organisasi yang baik adalah ketika perusahaan mampu memberikan kebebasan dan
tidak membangun jarak antara manajemen dan karyawan lainnya.
0 comments:
Post a Comment